Kamis, 13 Desember 2012

Makalah Pertumbuhan Ekonomi II versi Mankiw Gregory


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi II ini merupakan penerus dari analisis tentang kekuatan-kekuatan yang mengarahkan ekonomi jangka-panjang. Dengan versi dasar dari model pertumbuhan Sollow sebagai titik awal.
Pada pertumbuhan ekonomi II , membuat model Sollow lebih umum dan realistis. Pada pertumbuhan ekonomi I, model Sollow menunjukkan bagaimana perubahan modal (tabungan dan investasi) dan perubahan angkatan kerja (pertumbuhan populasi) mempengaruhi output. Dan dalam pertumbuhan ekonomi II ini akan menambahkan sumber lainnya yakni perubahan teknologi.
Pada pertumbuhan ekonomi II ini juga mengkaji bagaimana kebijakan publik suatu Negara bisa mempengaruhi tingkat dan pertumbuhan standar kehidupanya. Berpindah dari teori empiris yaitu mempertimbangkan apakah model Sollow sesuai fakta. Selama tahun 1990-an, sebuah literature besar memeriksa prediksi model Sollow dan model pertumbuhan ekonomi lainnya, ternyata ada beberapa yang sesuai dan ada yang tidak. Model Sollow dapat mencakup banyak pengalaman dalam pertumbuhan internasional, tetapi masih agak jauh dari pertumbuhan itu sendiri. Dan pada pertumbuhan II ini, mempertimbangkan hasil dari model Sollow. Model ini dapat membantu kita untuk memahami dunia ini dengan membuatnya menjadi sederhana. Oleh karenanya, setelah menyelesaikan analisis tentang suatu model adalah penting untuk mempertimbangkan apakah kita telah membuatnya menjadi terlalu sederhana.
 1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana model Sollow dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi?
1.2.2        Apa saja kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi?
1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk dapat mendiskripsikan model Sollow yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
1.3.2        Untuk menyebutkan kebijakan pemerintah untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

 BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Sollow Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Model Sollow mengasumsikan hubungan yang tidak berubah antara input modal dan tenaga kerja serta output barang dan jasa. Tetapi model Sollow ini dapat dimodifikasi untuk mencakup kemajuan teknologi yang merupakan variable eksogen, yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu.
2.1.1 Efisiensi Tenaga Kerja
     Untuk memasukkan kemajuan teknologi, maka harus kembali ke fungdi produksi yang mengkaitkan modal total K dan tenaga kerja total L dengan output total Y. jadi fungsi produksi itu dapat ditulis:
                 Y = F(K,L)
Kini dapat ditulis fungsi produksi sebagai
                 Y = F(K,L x E)
E disini adalah variable baru (dan abstrak) yang disebut efisiensi tenaga kerja. Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi, ketika teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat.
     Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan teknologi adalah bahwa kemajuan teknologi menyebabkan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada tingkat konstan g. Bentuk kemajuan teknologi disebut pengoptimalan tenaga kerja, dan g disebut tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (labor-augmenting technological progress). Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif LxE tumbuh pada tingkat n+g .

2.1.2 Kondisi Mapan dengan Kemajuan teknologi
     Mengekspresikan kemajuan teknologi sebagai pengoptimalan tenaga kerja membuatnya analog dengan pertumbuhan populasi. Pada pertumbuhan ekonomi II menganalisis perekonomian dalam kaidah jumlah per pekerja efektif dan membiarkan jumlah pekerja efektif meningkat.
     Untuk melakukan hal tersebut, maka perlu mempertimbangkan kembali notasi. yaitu
k = KI (L x E) menunjukkan modal per pekerja efektif, dan y = YI (L x E) menunjukkan output per pekerja efektif. Dengan demikian dapat ditulis y = f(k). Notasi tersebut sebenarnya tidak baru. Efisiensi tenaga kerja E konstan pada nilai arbitrer 1, sebagaimana dilakukan secara emplisit, maka definisi k dan y akan mengganti definisi lama. Namun, ketika efisiensi tenaga kerja meningkat maka harus diingat bahwa k dan y sekarang mengacu pada jumlah per pekerja efektif (bukan per pekerja aktual).
     Analisis tentang perekonomian membuahkan hasil ketika mengkaji pertumbuhan populasi. Persamaan yang menunjukkan evolusi k sepanjang waktu berubah menjadi:
∆k = sf (k) – (∂ + n + g )k.
Persediaan modal ∆k sama dengan investasi sf (k) dikurangi investasi pulang-pokok (∂ + n + g)k. Namun demikian, karena k = KI EL, maka investasi pulang-pokok menjadi tiga kaidah untuk menjaga k tetap konstan, yaitu:
·         ∂k dibutuhkan untuk mengganti modal yang terdepresiasi
·         Nk dibutuhkan untuk memberi modal bagi para pekerja baru
·         gk dibutuhkan untuk memberi modal bagi para pekerja efektif baru yang diciptakan oleh kemajuan teknologi.
2.1.3 Dampak Kemajuan Teknologi
     Dengan adanya kemajuan teknologi , model Sollow akhirnya menjelaskan kenaikan yang berkelanjutan dalam standar kehidupan yang di amati, yaitu menunjukkan bahwa kemajuan teknologi bisa mengarah ke pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja. Sebaliknya, tingkat tabungan yang tinggi mengarah ke tingkat pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi mapan dicapai. Sekali perekonomian berada pada kondisi mapan, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat kemajuan teknologi. Mengacu pada model Sollow, hanya kemajuan teknologi yang bisa menjelaskan peningkatan standar kehidupan yang berkelanjutan.
     Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria untuk Kaidan Emas. Tingkat modal Kaidah Emas didefinisikan sebagai kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja efektif. Dengan mengikuti argument yang sama, dapat menunjukkan bahwa konsumsi per pekerja efektif pada kondisi mapan adalah :
                             c* = f(k*) – (∂ + n + g)k*
Konsumsi pada kondisi mapan dimaksimalkan jika
                             MPK = ∂ + n + g
Atau
                             MPK - ∂ = n + g
Yaitu , pada tingkat modal Kaidah Emas, produk marginal modal neto, MPK - ∂ , sama dengan tingkat pertumbuhan output total, n + g . Karena perekonomian aktual mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka harus menggunakan kriteria ini untuk mengevaluasi apakah hal itu memiliki modal yang lebih besar atau lebih kecil dari kondisi mapan Kaidah Emas.
2.2 Kebijakan Untuk Mendorong Pertumbuhan
     Setelah menggunakan model Sollow untuk menyingkap hubungan di antara sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang berbeda, maka nisa digunakan teori tersebut untuk membantu menuntun pemikiran tentang kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan yaitu:
2.2.1 Mengevaluasi Tingkat Tabungan
Mengacu pada model Sollow, seberapa banyak Negara menabung dan berinvestasi adalah determinan penting dari standar kehidupan penduduknya. Tingkat tabungan menentukan tingkat modal dan output pada kondisi mapan (stady state). Satu tingkat tabungan tertentu menghasilkan kondisi mapan Kaidah Emas, yang akan memaksimalkan konsumsi per pekerja sekaligus kesejahteraan ekonomi. Kaidah Emas memberikan tolok ukur yang bisa dibandingkan dengan perekonomian AS.
     Untuk memutuskan apakah perekonomian AS berada pada diatas, atau di bawah Kaidah Emas, maka perlu membandingkan produk marjinal modal setelah depresiasi (MPK - ∂) dengan tingkat pertumbuhan output total (n + g). Pada Kaidah Emas, MPK - ∂ = n + g. Jika perekonomian beroperasi dengan modal lebih kecil dari Kaidah Emas, maka produk marjinal yang kian menurun menyatakan bahwa MPK - ∂ > n + g. Dalam hal ini, kenaikan tingkat bunga secara bertahap akan mengarah ke kondisi mapan dengan konsumsi yang lebih tinggi. Di sisi lain, jika perekonomiana beroperasi dengan terlalu banyak modal, maka MPK - ∂ < n + g, dan tingkat tabungan harus dikurangi.
     Fakta membuktikan bahwa persediaan modal dalam perekonomian AS berada di bawah Kaidah Emas. Dengan kata lian, jika Amerika Serikat menabung dan menginvestasikan bagian yang lebih besar dari pendapatannya, maka perekonomian akan tumbuh jauh lebih cepat dan akhirnya mencapai kondisi mapan dengan konsumsi yang lebih tinggi. Penemuan ini menyatakan bahwa para pembuat kebijakan sebenarnya ingin menaikkan tingkat tabungan dan investasi. Dalam kenyataannya, selama bertahun-tahun, peningkatan formasi modal menjadi prioritas tinggi dari kebijakan ekonomi.
2.2.2 Mengubah Tingkat Tabungan
Cara yang paling tepat yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi tabungan nasional adalah melalui tabungan masyarakat, perbedaan antara jumlah penerimaan pajak pemerintah dan pengeluarannya. Apabila pengeluaran pemerintah melebihi penerimaannya, maka pemerintah dikatakan mengalami defisit anggaran, yang menunjukkan tabungan masyarakat negatif. Defisit anggaran meningkatkan tingkat bunga dan menyusutkan atau meng-crowding out investasi. Penurunan persediaan modal yang diakibatkannya adalah bagian dari beban utang nasional pada generasi mendatang. Sebaliknya, jika pengeluaran pemerintah lebih kecil penerimaannya, dikatakan telah terjadi surplus anggaran. Pemerintah bisa membayar sebagian utang nasional dan mendorong investasi.
Pemerintah juga mempengaruhi tabungan nasional dengan mempengaruhi tabungan swasta, tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga dan perusahaan. Sebaliknya, berapa banyak orang yang menabung tergantung pada intensif yang mereka terima, dan intensif ini dibedakan oleh berbagai kebijakan publik. Banyak ekonom berpendapat bahwa tariff pajak atas modal yang tinggi termasuk pajak pendapatan perusahaan , pajak pendapatan federal, dan berbagai jenis pajak pendapatan Negara bagian yang menghambat tabungan swasta dengan mengurangi tingkat pengembalian yang diterima oleh para penabung.
2.2.3 Mengalokasikan Investasi Perekonomian
Model Sollow menyederhanakan asumsi bahwa hanya ada satu jenis modal. Di dunia, tentu saja ada banyak jenis modal. Perusahaan-perusahaan swasta melakukan investasi dalam jenis-jenis modal tradisional, seperti pabrik buldoser dan baja, serta jenis-jenis modal baru, seperti computer dan robot. Pemerintah melakukan investasi dalam berbagai bentuk modal masyarakat, yang disebut infrasturktur, seperti jalan, jembatan, dan sistem pembuangan air.
Meskipun model dasar Solow hanya mencakup modal fisik dan tidak berusaha menjelaskan efisiensi tenaga kerja, dalam banyak hal modal manusia analog dengan modal fisik. Seperti modal fisik, modal manusia meningkatkan kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa. Menaikkan tingkat modal manusia membutuhkan investasi dalam bentuk para pengajar, perpustakaan, dan waktu belajar.
Para pembuat kebijakan yang berusaha mendorong pertumbuhan ekonomi harus menghadapi isu tentang jenis-jenis modal apa yang paling dibutuhkan perekonomian. Para pembuat kebijakan bisa mengandalkan pasar untuk mengalokasikan tabungan ke jenis-jenis investasi alternatif. Industry-industri dengan produk marjinal modal tertinggi secara alami akan bersedia meminjam pada tingkat bunga pasar untuk mendanai investasi baru. Sebagian besar ekonom bersikap skeptic terhadap kebijakan industri, karena dua alasan. Pertama, mengukur eksternalitas dari sektor-sektor yang berbeda begitu sulit seperti menggantang asap. Jika kebijakan didasarkan pada pengukuran buruk, maka pengaruhnya akan mendekati acak dan dengan demikian, lebih buruk ketimbang tidak ada kebijakan sama sekali. Kedua, proses politis adalah jauh dari sempurna. Sekali pemerintah terlibat dalam bisnis yang memfasilitasi industri-industri tertentu dengan subsidi dan pengahapusan pajak, hal itu cenderung didasarkan pada kepentingan politis sebagai besaran eksternalitas.
Salah satu jenis modal yang perlu melibatkan pemerintah adalah modal masyarakat. Pemerintah daerah, Negara bagian, dan federal selalu memutuskan apakah akan meminjam untuk mendanai jalan raya, jembatan, dan sistem transit baru.
2.2.4 Mendorong Kemajuan Teknologi
Model Solow menunjukkan bahwa pertumbuhan yang berkelanjutan dalam pendapatan per pekerja harus berasal dari kemajuan teknologi. Namun, model Solow menganggap kemajuan teknologi sebagai variable eksogen, model Solow tidak dijelaskannya. Sayangnya, determinan kemajuan teknologi tidak dipahami dengan baik.
Di samping pemahaman yang terbatas ini, banyak kebijakan public dirancang untuk mendorong keamjuan teknologi. Sebagian besar dari kebijakan ini mendorong sektor swasta untuk menyalurkan sumber daya ke inovasi teknologi. Misalnya, sistem paten memberikan monopoli sementara kepada investor produk-produk baur, prinsip perpajakan menawarkan penghapusan pajak untuk perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan serta kantor-kantor pemerintah National Scicnce Foundation secara langsung mensubsidi penelitian dasar di universitas. Selain itu, sebagaimana telah dibahas, kebijakan industri juga menyarankan bahwa pemerintah seharusnya mengambil peran yang lebih aktif dalam mempromosikan industry-industri tertentu yang merupakan kunci bagi kemajuan teknologi yang pesat. 

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Model Solow mengasumsikan hubungan yang tidak berubah antara input modal dan tenaga kerja output barang dan jasa. Tetapi model Sollow ini dapat dimodifikasi untuk mencakup kemajuan teknologi yang merupakan variable eksogen, yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. Model Solow mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yakni:
a. Efisiensi tenaga kerja
b. Kondisi mapan dengan kemauan teknologi
c. Dampak kemajuan teknologi
3.1.2 Model Sollow untuk menyingkap hubungan di antara sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang berbeda, maka nisa digunakan teori tersebut untuk membantu menuntun pemikiran tentang kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan yaitu:
a. Mengevaluasi tingkat tabungan
b. Mengubah tingat tabungan
c. Mengalokasikan investasi perekonomian
         d. Mendorong kemajuan teknologi

Selasa, 11 Desember 2012

Hubungan antara Tawuran Pelajar dengan Minat Belajar Siswa


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tawuran adalah istilah yang sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Perkelahian Pelajar yang dikenal dengan Tawuran Pelajar pada era sekarang ini mungkin di sebagian masyarakat tertentu bukanlah merupakan suatu pemandangan yang aneh. Tetapi bagi masyarakat kependidikan khususnya dan juga orang tua yang terkait langsung dalam pelaksanaan pendidikan di lapangan setidaknya akan ikut mencemaskan dalam mencermati fenomena-fenomena tawuran pelajar yang cukup meresahkan tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), yang dimaksud dengan tawuran adalah : perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan beramai-ramai. Berdasarkan definisi, maka kata tawuran pelajar dapat diartikan sebagai perkelahian yang dilakukan secara massal / beramai-ramai antara sekelompok pelajar dengan sekelompok pelajar lainnya.
Tawuran pelajar merupakan salah satu bentuk perilaku negatif yang sangat marak terjadi dikota -kota besar, misalnya Jakarta. Permasalahan remeh dapat menyulut pertengkaran individual yang berlanjut menjadi perkelaian masal dan tak jarang melibatkan penggunaan senjata tajam atau bahkan senjata api. Banyak korban yang berjatuhan, baik karena luka ringan, luka berat, bakan tidak jarang terjadi kematian. Tawuran ini juga membawa dendam berkepanjangan bagi para pelaku yang terlibat didalamnya dan sering berlanjut pada tahun-tahun berikutnya.

Hal ini tentunya merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan. Generasi yang diharapkan mampu membawa perubahan bangsa kearah yang lebih baik ternyata jauh dari harapan. Kondisi ini juga dapat membawa dampak buruk bagi masa depan bangsa. Perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak termasuk terganggunya proses belajar di sekolah yang nantinya dapat memengaruhi minat siswa dalam belajar.
            Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mencoba memaparkan hubungan antara tawuran pelajar dengan minat belajar.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Faktor apakah yang mempengaruhi siswa melakukan tawuran?
1.2.2        Apakah tawuran pelajar berhubungan dengan minat belajar siswa
            Bagaimanakah cara meningkatkan minat belajar siswa?
1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi siswa memelakukan tawuran
1.3.2        Untuk mengetahui hubungan antara tawuran pelajar dengan minat belajar siswa
1.3.3        Untuk mengetahui cara meningkatkan belajar siswa

1.4  Manfaat
1.4.1        Bagi Pelajar
o    Lebih berhati-hati dalam memilih teman
o    Mengetahui bahwa teman juga berpengaruh dalam prestasi dan minta belajar
o    Lebih termotivasi dalam belajar

1.4.2        Bagi Sekolah
o    Sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan peraturan tata tertib sekolah
o    Menjadi wadah penyalur bakat dan minat siswa
1.4.3        Bagi Guru
o    Dapat mengetahui dan mengevaluasi afektif tiap siswa
o    Dapat membuat guru lebih peka terhadap tingkah laku siswa
1.4.4        Bagi Orang Tua
o    Dapat mengetahui perkembangan dan pergaulan anak masa kini
o    Dapat mengevaluasi sifat dan sikap anak

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Faktor yang Mempengaruhi Tawuran Pelajar
Menjalin hubungan baik dengan orang lain adalah bagian penting dari kehidupan manusia sehari-hari, apalagi pada saat beranjak masa remaja. Masa remaja adalah masa yang rentan terhadap menjalin hubungan baik dengan orang lain. Hubungan baik dengan orang lain sangat diperlukan pada masa remaja agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bias berujung tawuran antar remaja atau anatar sekelompok remaja.
Nitibaskara, (2012) menarik kesimpulan sebagai berikut
Manusia selalu memasuki fase remaja dalam hidupnya yang terjadi saat berumur 12-23 tahun. Fase remaja memang diperlukan karena masa tersebut adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Karena sifatnya yang individual, fase remaja tidak bisa disamakan antara satu individu dengan individu lainnya. Tawuran antar pelajar sepertinya sudah menjadi hal biasa dalam berita saat ini.
Tawuran antara pelajar saat ini sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan di sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak hanya terjadi di lingkungan atau sekitar sekolah saja, namun terjadi di jalan-jalan umum, tak jarang terjadi pengrusakan fasilitas publik.
Levine (2004:280) mengatakan bahwa
Mengatasi konflik serius tanpa kekerasan merupakan prestasi sosial yang hebat. Banyak pelajar yang mengalami kesenjangan kognitif social tidak tahu cara mengatasi kesulitan, jalan buntu, dan masalah interpersonaldalam interaksi antar manusia sehari-hari.


Tidak ada hubungan social yang bebas dari konflik. Masalahnya adalah, seberapa jauh orang mampu mengatasi perbedaan yang ada dan memperbaiki hubungan yang terganggu. Namun sebagian anak tidak mampu menghadapi konflik social tanpa melontarkan kata-katakasar atau tindakan fisik.
Penyimpangan pelajar ini menyebabkan pihak sekolah, guru dan masyarakat yang melihat pasti dibuat bingung dan takut bagaimana untuk melerainya, sampai akhirnya melibatkan pihak kepolisian. Tak jarang tawuran itu terjadi karena seorang pelajar atau sekelompok pelajar tidak bias menjaga kata demi kata saat berbicara dengan orang lain, sehingga dapat mengakibatkan menyinggung perasaan orang lain. Carnegia (2002:193) mengatakan bahwa “setiap orang harus tahu, bahwa yang pokok ialah jangan menyinggung perasaan orang lain”. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan tawuran antar pelajar, dianarnya berasal dari diri sendiri, lingkungan, hingga sekolah, beberapa faktor tersebut diantaranya :
1.      Kurangnya pendidikan agama. Faktor yang paling besar adalah kurangnya pendidikan agama” (Tuasikal, 2010). Jika pendidikan agama yang diberikan mulai dari rumah sudahlah bagus atau jadi perhatian, tentu anak akan memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak mulia inilah yang dapat memperbaiki perilaku anak.
2.      Pengaruh teman. Faktor lainnya adalah lingkungan pergaulan yang jelek. Biasanya karena pengaruh teman, takut dibilang cupu loe ga mau ikut tauran, punya nyali ga loe..?? atau ini kan buat kebaikan sekolah kita, klo loe ga ikut mending ga usah jadi temen gue. Kalau anak sudah memiliki agama yang bagus ditambah ia tahu bagaimana pergaulan yang buruk mesti dijauhi, ditambah dengan ia tidak mau perhatikan ucapan kawannya atau kakak angkatannya cupu atau culun. Tentu ia tidak mau terlibat dalam tawuran (Tuasikal, 2010).
3.      Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya dipicu permasalahan kelompok, cenderung akibat pola berkelompok yang anak

menyebabkan pengkelompokkan berdasarkan hal-hal tertentu” (Adiguna, 2012). Misalnya, kelompok anak-anak nakal, kelompok kutu buku, kelompok anak-anak kantin, pengkelompokan tersebut lebih akrab dengan sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi antara dua kelompok beda sekolah.
4.      Tawuran antar pelajar akibat rasa setia kawan yang berlebihan. Rasa setia kawan atau lebih dikenal dengan sebutan rasa solidaritas adalah hal yang lumrah atau biasa kita temukan dalam kehidupan” (Adiguna, 2012). Misalkan dalam persahabatan rasa setiakawan akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa menjadi kuat. Ia bisa menjadi indah ketika ditempatkan dalam porsi yang pas dan seimbang. Namun, rasa setia kawan yang berlebihan akan menyebabkan hal yang buruk, salah satunya adalah mengakibatkan tawuran antar pelajar. Mungkin dari kita pernah mendengar tawuran antar pelajar yang dipicu karena ketersingguhan seorang siswa yang tersenggol oleh pelajar sekolah lain saat berpapasan di terminal, atau masalah kompleks lainnya. Misalkan, permasalahan pribadi, rebutan perempuan, dipalak dan lain sebagainya.
5.      Tawuran antar pelajar akibat sejarah permusuhan dengan sekolah lain. Terkadang permasalahan tawuran antar pelajar dipicu pula dengan adanya sejarah permusuhan yang sudah ada dari generasi sebelumnya dengan sekolah lain, beredarnya cerita-cerita yang menyesatkan, bahkan memunculkan mitos berlebihan membuat generasi berikutnya, terpicu melakukan hal yang sama” (Adiguna, 2012).
6.      Tawuran Antar Pelajar Akibat Jiwa Premanisme. Premanisme bukan istilah yang asing lagi. Premanisme yang berasal dari kata “preman” adalah sebutan orang yang cenderung memakai kekerasan fisik dalam menyelesaikan permasalahannya. Kemenangan di ukur karena kekuatan fisiknya bukan intelektualitas. Premanisme bertolak belakang dengan jiwa seorang pelajar, yang dituntut kecerdasan berpikir, kecerdasan mengelola emosi, dan lain-lain.

Adiguna (2012) mengatakan bahwa
Jiwa premanisme dalam jiwa pelajar dapat dihilangkan karena dia tidak semerta merta muncul begitu saja, ia disebabkan oleh sesuatu hal. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui faktor penyebab sikap premanisme dalam diri pelajar. Faktor di luar diri pelajar adalah faktor yang kental dapat mempengaruhi ke dalam.

7.      Ketidakmampuan/kurang mampunya beradaptasi dengan lingkungan sosial yang kompleks menimbulkan tekanan pada setiap orang” (Adiguna, 2012). Terutama pada remaja yang mentalnya masih labil dan masih dalam pencarian jati diri dan tujuan hidup. Kekompleksan seperti keberagaman budaya, kemampuan ekonomi dan pandangan tidak bisa diterima sehingga dilampiaskan lewat kekerasan.
8.      Biasanya para pelaku tawuran adalah golongan pelajar menengah ke bawah. Disebabkan faktor ekonomi mereka yang pas-pasan bahkan cenderung kurang membuat membuat mereka melampiaskan segala ketidakberdayaannya lewat aksi perkelahian” (Tuasikal, 2010). Karena diantara mereka merasa dianggap rendah ekonominya dan akhirnya ikut tawuran agar dapat dianggap jagoan.
9.      Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar, misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dan sebagainya akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya” (Nitibaskara, 2012).
10.  Adanya guru yang lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang seringkali menggunakan kekerasan dalam proses pembelajaran dan mendidik siswanya. Kondisi semacam ini membuat

siswa belajar dan meniru sikap dan prilaku guru yang pada gilirannya akan dilakukan di luar sekolah berupa tawuran (Nawawi, 2010).
11.  “Kemampuan sosialisasi yang sangat rendah menunjukkan kelemahan yang banyak dialami orang tanpa disadari” (Levine, 2004:292). Disini sosialisasi menjadi hal yang sangat penting, karena apabila terjadi diskomunikasi atau sosialisasi yang salah maka akan terjadi kesalahpahaman yang dapat berujung tawuran.

2.2  Hubungan antara Tawuran Pelajar dengan Minat Belajar Siswa
Selain faktor-faktor terjadinya tawuran pelajar tersebut diatas, masih banyak lagi faktor yang berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Sekolah dalam hal ini mempunyai peran yang penting untuk memabangkitkan minat belajar siswa bukan membangkitkan minat untuk melakukan tawuran. Pada awal memasuki sekolah menengah pertama maupun atas, pihak sekolah yang dalam hal ini pada konteks masa orientasi sekolah, dimana hal tersebut berguna untuk memperkenalkan bagaimana proses belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan.
Adiguna (2012) menyebutkan
Orientasi sekolah adalah acara di mana pelajar baru diwajibkan mengikuti kegiatan ini. Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk memahami dan mengenali sekolah, kegiatan serta untuk lebih kenal kawan-kawannya malah cenderung disalah gunakan oleh senior untuk ajang balas dendam dari apa yang pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi junior, pola-pola yang dipakai cenderung dengan pola militer.
Hal inilah yang menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Pola yang menjadi semacam suntikan yang terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar terhindar dari pola yang berlebihan, diperlukan adanya pengawasan dari pihak sekolah dan turunnya langsung pengajar dalam kegiatan ini. Kedisiplinan berbeda dengan kekerasan, hal ini seharusnya menjadi tantangan setiap panitia kegiatan dalam mengemas ide, gagasan acara pada waktu

perkenalan sekolah, menjadi sesuatu yang inofatif, kreatif sehingga diharapkan lambat laun sikap premanisme akibat perpeloncoan akan menjadi cara kuno dan tidak menarik lagi.
Areta dalam Kompasiana (2012), Kamis (27/09/2012) mengatakan bahwa
Tawuran pelajar mempunyai hubungan yang erat dengan kurikulum yang berat yang dibebankan kepada pelajar di Indonesia. Anak-anak perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya, di sekolah untuk menyalurkan ekspresi dirinya, misalnya dengan musik, sastra, theater, mengikuti olimpiade science dan matematika, berkebun, olahraga, fotografi, kegiatan amal, dan seterusnya. Di sekolah, anak jangan hanya dipaksa mengejar nilai yang bagus namun mengabaikan nilai-nilai humanisnya sebagai manusia dan mahluk sosial. Kecerdasan emosi (EQ) harus sudah mulai diperhitungkan sebagai nilai-nilai yang tidak boleh dianggap sepele oleh kaum pendidik terutama dalam kurikulum sekolah.
Jadi, dapat disimpulkan yang pertama bahwa seharusnya pada masa orientasi siswa, sekolah dan komponennya berpengauh terhadap minat belajar siswa. Pada saat inilah, senior memberikan motivasi-motivasi tentang pendidikan yang dapat menimbulkan minat belajar. Apabila hal ini disalahgunakan, maka akibatnya akan fatal karena pemahaman-pemahaman yang didapat tidak sesuai dengan tujuan awal orientasi siswa, yakni membangkitkan minat belajar untuk menghasilkan generasi yang unggul. Kedua adalah kurikulum sekolah yang tidak memberatkan juga berpengaruh terhadap minat siswa untuk belajar. Apabila sekolah dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur bakat dan minat siswa, maka ia tidak akan perlu mencari pelampiasan seperti halnya tawuran pelajar. Hubungan antara tawuran pelajar dengan minat belajar sangatlah erat dan dekat, karena jika sekolah memfasilitasi hal positif untuk siswa,maka tawuran pelajar dapat ditekan bahkan dihindari.
2.3 Cara Meningkatkan Minat Belajar Siswa
Minat belajar siswa sangat berkaitan dengan pendidikan karena dengan minat belajar yang tinggi seorang siswa dapat meningkatkan pendidikannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Syah (2010: 10) pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat

awalan ke sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya pengertian pendidikan ialah proses pengubaahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut pengertian definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa seorang pelajar yang terlibat tawuran dia membutuhkan suatu pendidikan untuk mengubah sikap dan tata lakunya dan hal ini berkaitan dengan minat belajarnya yang kurang sehingga mengakibatkan ia terjerumus dalam tawuran pelajar. Pelajar yang terlibat tawuran tergolong anak yang memiliki kebutuhan khusus karena kelebihan energi. Namun, kelebihan itu tidak tersalurkan sehingga perlu diberikan perhatian tambahan. Anak-anak yang terlibat tawuran ini tergolong anak berkebutuhan khusus dalam arti mereka memiliki kelebihan energi ini harus dipisahkan perlakuannya dengan menyalurkan energi mereka ke hal-hal yang lebih positif. Misalnya, mereka diikutkan dalam perlobaan karate, balap mobil, tekwondo atau olah raga yang menggunakan fisik.
Jadi, pada dasarnya, mereka kelebihan energi sehingga melampiaskan agar tersalurkan tetapi dengan cara yang salah. Mereka kelebihan minat terhadap hal-hal seperti ektrakurikuler tetapi kurang minat dalam hal akademik. Untuk meningkatkan minat mereka dalam hal akademik agar terjadi keseimbangan antara ekstrakulikuler dan akademik, dapat dilakukan banyak cara karena proses belajar akan berjalan dengan lancar apabila ada minat. Oleh karena itu, guru harus mampu membangkitkan minat siswa dalam menerima pelajaran. 
Menurut Malyno (2012), ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik yaitu:

o   Membandingkan adanya suatu kebutuhan diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.
o   Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.
o   Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.
o   Menggunakan berbagai macam bentuk dan mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi seorang pelajar melakukan tawuran, baik faktor dari diri sendiri, faktor lingkungan sekitar, serta faktor sekolah. Semua faktor itu dapat mempengaruhi minat belajar siswa.
3.1.2 Seharusnya pada masa orientasi siswa, sekolah dan komponennya berpengauh terhadap minat belajar siswa bukan sebagai ajang senior memperkenalkan balas dendam dari apa yang pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi junior . Kedua adalah kurikulum sekolah yang tidak memberatkan juga berpengaruh terhadap minat siswa untuk belajar.
3.1.3 Banyak sekali hal-hal yang dapat membangkitkan minat siswa untuk belajar, mulai dari membangkitkan minat anak didik hingga hal-hal yang dapat dilakukan pengajar untuk meningkatkan minat belajar siswa
3.2 Saran
Tawuran pelajar merupakan salah satu potret yang ikut meramaikain wajah pendidikan pendidikan di Indonesia. Banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan. Beberapa saran yang mungkin dapat diperhatikan adalah
3.2.1         Bagi pelajar
o   Memperdalam ilmu agama agar hidup menjadi lebih tentram dan hati menjadi lapang
o   Para pelajar wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.

3.2.2   Bagi sekolah
o   Peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa, seperti prilaku kekerasan, yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
o   Menggunakan momen masa orientasi siswa untuk memotivasi siswa, bukan sebagai ajang balas dendam senior
o   Melakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
o   Tindakan kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.
3.2.3   Bagi guru
o   Selain menggunakan beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswa juga memberikan arti pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
o   Selain itu, perlu mengajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
o   Guru tidak hanya harus mampu memahami perkembangan otak dan cara belajar siswa, melainkan juga harus ahli menganalisis, meneliti bagaimana pengaruh pelajaran yang diajarkannya terhadap kehidupan sehari-hari


3.2.4        Bagi orang tua
o   Orang tua harus bersimpati dan berpikiran terbuka dalam hal sosialisasi anak. Anak perlu merasa bahwa mereka dapat menceritakan dan mengungkapkan rahasia serta kegagalan dan kesuksesan kepada orang tua
o   Lebih mengarahkan pergaulan anak ke hal yang positif
Lebih memotivasi anak dalam belajar sehingga dapat menaikkan minat belajarnya.