BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tawuran adalah istilah yang
sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai
perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu
rumpun masyarakat. Perkelahian Pelajar
yang dikenal dengan Tawuran
Pelajar pada era sekarang ini mungkin di sebagian masyarakat tertentu
bukanlah merupakan suatu pemandangan yang aneh. Tetapi bagi masyarakat
kependidikan khususnya dan juga orang tua yang terkait langsung dalam
pelaksanaan pendidikan di lapangan setidaknya akan ikut mencemaskan dalam
mencermati fenomena-fenomena tawuran pelajar yang cukup meresahkan tersebut. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), yang dimaksud dengan “tawuran adalah :
perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan beramai-ramai”. Berdasarkan
definisi, maka kata tawuran pelajar dapat diartikan sebagai perkelahian yang
dilakukan secara massal / beramai-ramai antara sekelompok pelajar dengan
sekelompok pelajar lainnya.
Tawuran pelajar merupakan salah satu bentuk perilaku
negatif yang sangat marak terjadi dikota -kota besar, misalnya Jakarta.
Permasalahan remeh dapat menyulut pertengkaran individual yang berlanjut
menjadi perkelaian masal dan tak jarang melibatkan penggunaan senjata tajam
atau bahkan senjata api. Banyak korban yang berjatuhan, baik karena luka
ringan, luka berat, bakan tidak jarang terjadi kematian. Tawuran ini juga
membawa dendam berkepanjangan bagi para pelaku yang terlibat didalamnya dan
sering berlanjut pada tahun-tahun berikutnya.
Hal ini tentunya merupakan fenomena yang sangat
memprihatinkan. Generasi yang diharapkan mampu membawa perubahan bangsa kearah
yang lebih baik ternyata jauh dari harapan. Kondisi ini juga dapat membawa
dampak buruk bagi masa depan bangsa. Perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak
termasuk terganggunya proses belajar di sekolah yang nantinya dapat memengaruhi
minat siswa dalam belajar.
Berdasarkan
permasalahan di atas, penulis mencoba memaparkan hubungan antara
tawuran pelajar dengan minat belajar.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1 Faktor apakah yang
mempengaruhi siswa melakukan tawuran?
1.2.2
Apakah tawuran pelajar
berhubungan dengan minat belajar siswa
Bagaimanakah cara
meningkatkan minat belajar siswa?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui faktor
yang mempengaruhi siswa memelakukan tawuran
1.3.2
Untuk mengetahui hubungan
antara tawuran pelajar dengan minat belajar siswa
1.3.3
Untuk mengetahui cara
meningkatkan belajar siswa
1.4 Manfaat
1.4.1
Bagi Pelajar
o Lebih berhati-hati dalam memilih teman
o Mengetahui bahwa teman juga berpengaruh dalam prestasi
dan minta belajar
o Lebih termotivasi dalam belajar
1.4.2
Bagi Sekolah
o Sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan peraturan
tata tertib sekolah
o Menjadi wadah penyalur bakat dan minat siswa
1.4.3
Bagi Guru
o Dapat mengetahui dan mengevaluasi afektif tiap siswa
o Dapat membuat guru lebih peka terhadap tingkah laku
siswa
1.4.4
Bagi Orang Tua
o Dapat mengetahui perkembangan dan pergaulan anak masa
kini
o Dapat mengevaluasi sifat dan sikap anak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Faktor
yang Mempengaruhi Tawuran Pelajar
Menjalin
hubungan baik dengan orang lain adalah bagian penting dari kehidupan manusia
sehari-hari, apalagi pada saat beranjak masa remaja. Masa remaja adalah masa
yang rentan terhadap menjalin hubungan baik dengan orang lain. Hubungan baik
dengan orang lain sangat diperlukan pada masa remaja agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang bias berujung tawuran antar remaja atau anatar sekelompok
remaja.
Nitibaskara, (2012) menarik kesimpulan sebagai berikut
Manusia selalu memasuki fase
remaja dalam hidupnya yang terjadi saat berumur 12-23 tahun. Fase remaja memang
diperlukan karena masa tersebut adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju
dewasa. Karena sifatnya yang individual, fase remaja tidak bisa disamakan
antara satu individu dengan individu lainnya. Tawuran antar pelajar sepertinya
sudah menjadi hal biasa dalam berita saat ini.
Tawuran antara pelajar saat
ini sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan
lingkungan di sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak hanya
terjadi di lingkungan atau sekitar sekolah saja, namun terjadi di jalan-jalan
umum, tak jarang terjadi pengrusakan fasilitas publik.
Levine (2004:280)
mengatakan bahwa
Mengatasi
konflik serius tanpa kekerasan merupakan prestasi sosial yang hebat. Banyak
pelajar yang mengalami kesenjangan kognitif social tidak tahu cara mengatasi
kesulitan, jalan buntu, dan masalah interpersonaldalam interaksi antar manusia
sehari-hari.
Tidak ada
hubungan social yang bebas dari konflik. Masalahnya adalah, seberapa jauh orang
mampu mengatasi perbedaan yang ada dan memperbaiki hubungan yang terganggu.
Namun sebagian anak tidak mampu menghadapi konflik social tanpa melontarkan
kata-katakasar atau tindakan fisik.
Penyimpangan
pelajar ini menyebabkan pihak sekolah, guru dan masyarakat yang melihat pasti
dibuat bingung dan takut bagaimana untuk melerainya, sampai akhirnya melibatkan pihak
kepolisian. Tak jarang
tawuran itu terjadi karena seorang pelajar atau sekelompok pelajar tidak bias
menjaga kata demi kata saat berbicara dengan orang lain, sehingga dapat
mengakibatkan menyinggung perasaan orang lain. Carnegia (2002:193) mengatakan
bahwa “setiap orang harus tahu, bahwa yang pokok ialah jangan menyinggung
perasaan orang lain”. Banyak sekali faktor-faktor yang
menyebabkan tawuran antar pelajar, dianarnya berasal dari diri sendiri,
lingkungan, hingga sekolah, beberapa faktor tersebut diantaranya :
1.
Kurangnya
pendidikan agama. “Faktor yang paling
besar adalah kurangnya pendidikan agama”
(Tuasikal, 2010). Jika pendidikan agama yang diberikan
mulai dari rumah sudahlah bagus atau jadi perhatian, tentu anak akan memiliki
akhlak yang mulia. Dengan akhlak mulia inilah yang dapat memperbaiki perilaku
anak.
2.
Pengaruh teman. Faktor
lainnya adalah lingkungan pergaulan yang jelek. Biasanya karena pengaruh teman,
“takut dibilang ‘cupu loe ga mau ikut tauran, punya nyali ga loe..??’ atau ‘ini kan buat kebaikan sekolah kita, klo loe ga ikut mending
ga usah jadi temen gue’.
Kalau anak sudah memiliki agama yang bagus ditambah ia tahu bagaimana pergaulan
yang buruk mesti dijauhi, ditambah dengan ia tidak mau perhatikan ucapan
kawannya atau kakak angkatannya ‘cupu’ atau ‘culun’. Tentu ia tidak mau
terlibat dalam tawuran”
(Tuasikal, 2010).
3.
“Tawuran
antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya
dipicu permasalahan kelompok, cenderung akibat pola berkelompok yang anak
menyebabkan
pengkelompokkan berdasarkan hal-hal tertentu”
(Adiguna, 2012). Misalnya, kelompok anak-anak nakal,
kelompok kutu buku, kelompok anak-anak kantin, pengkelompokan tersebut lebih
akrab dengan sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi
antara dua kelompok beda sekolah.
4. “Tawuran antar pelajar akibat
rasa setia kawan yang berlebihan. Rasa setia kawan atau lebih dikenal dengan
sebutan rasa solidaritas
adalah hal yang lumrah atau biasa kita temukan dalam kehidupan” (Adiguna, 2012). Misalkan dalam
persahabatan rasa setiakawan akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa
menjadi kuat. Ia bisa menjadi indah ketika ditempatkan dalam porsi yang pas dan
seimbang. Namun, rasa setia kawan yang berlebihan akan menyebabkan hal yang
buruk, salah satunya adalah mengakibatkan tawuran antar pelajar. Mungkin dari
kita pernah mendengar tawuran antar pelajar yang dipicu karena ketersingguhan
seorang siswa yang tersenggol oleh pelajar sekolah lain saat berpapasan di
terminal, atau masalah kompleks lainnya. Misalkan, permasalahan pribadi,
rebutan perempuan, dipalak dan lain sebagainya.
5. Tawuran
antar pelajar akibat sejarah permusuhan dengan sekolah lain. “Terkadang permasalahan
tawuran antar pelajar dipicu pula dengan adanya sejarah permusuhan yang sudah
ada dari generasi sebelumnya dengan sekolah lain, beredarnya cerita-cerita yang
menyesatkan, bahkan memunculkan mitos berlebihan membuat generasi berikutnya,
terpicu melakukan hal yang sama” (Adiguna,
2012).
6. Tawuran
Antar Pelajar Akibat Jiwa Premanisme. Premanisme bukan istilah yang asing lagi.
Premanisme yang berasal dari kata “preman” adalah sebutan orang yang cenderung
memakai kekerasan fisik dalam menyelesaikan permasalahannya. Kemenangan di ukur
karena kekuatan fisiknya bukan intelektualitas. Premanisme bertolak belakang
dengan jiwa seorang pelajar, yang dituntut kecerdasan berpikir, kecerdasan
mengelola emosi, dan lain-lain.
Adiguna (2012) mengatakan bahwa
Jiwa premanisme dalam
jiwa pelajar dapat dihilangkan karena dia tidak semerta merta muncul begitu
saja, ia disebabkan oleh sesuatu hal. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui
faktor penyebab sikap premanisme dalam diri pelajar. Faktor di luar diri
pelajar adalah faktor yang kental dapat mempengaruhi ke dalam.
7.
“Ketidakmampuan/kurang
mampunya beradaptasi dengan lingkungan sosial yang kompleks menimbulkan tekanan
pada setiap orang” (Adiguna,
2012). Terutama pada remaja yang mentalnya masih labil dan
masih dalam pencarian jati diri dan tujuan hidup. Kekompleksan seperti
keberagaman budaya, kemampuan ekonomi dan pandangan tidak bisa diterima sehingga
dilampiaskan lewat kekerasan.
8.
“Biasanya
para pelaku tawuran adalah golongan pelajar menengah ke bawah. Disebabkan
faktor ekonomi mereka yang pas-pasan bahkan cenderung kurang membuat membuat
mereka melampiaskan segala ketidakberdayaannya lewat aksi perkelahian” (Tuasikal, 2010).
Karena diantara mereka merasa dianggap rendah ekonominya dan akhirnya ikut
tawuran agar dapat dianggap jagoan.
9.
Sekolah pertama-tama
bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu
tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya.
Karena itu, “lingkungan
sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar, misalnya suasana kelas
yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya
fasilitas praktikum, dan sebagainya akan menyebabkan siswa lebih senang
melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya” (Nitibaskara, 2012).
10.
“Adanya
guru yang lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai
tokoh otoriter yang seringkali menggunakan kekerasan dalam ‘proses pembelajaran’ dan ‘mendidik’ siswanya. Kondisi
semacam ini membuat
siswa belajar dan meniru
sikap dan prilaku guru yang pada gilirannya akan dilakukan di luar sekolah
berupa tawuran” (Nawawi, 2010).
11.
“Kemampuan sosialisasi
yang sangat rendah menunjukkan kelemahan yang banyak dialami orang tanpa
disadari” (Levine, 2004:292). Disini sosialisasi menjadi hal yang sangat
penting, karena apabila terjadi diskomunikasi atau sosialisasi yang salah maka
akan terjadi kesalahpahaman yang dapat berujung tawuran.
2.2
Hubungan
antara Tawuran Pelajar dengan Minat Belajar Siswa
Selain
faktor-faktor terjadinya tawuran pelajar tersebut diatas, masih banyak lagi faktor yang
berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Sekolah dalam hal ini mempunyai peran yang
penting untuk memabangkitkan minat belajar siswa bukan membangkitkan minat
untuk melakukan tawuran. Pada awal
memasuki sekolah menengah pertama maupun atas, pihak sekolah yang dalam hal ini
pada konteks masa orientasi sekolah, dimana hal tersebut berguna untuk
memperkenalkan bagaimana proses belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan.
Adiguna (2012) menyebutkan
Orientasi sekolah adalah acara di mana pelajar baru diwajibkan mengikuti
kegiatan ini. Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk memahami dan mengenali
sekolah, kegiatan serta untuk lebih kenal kawan-kawannya malah cenderung
disalah gunakan oleh senior untuk ajang balas dendam dari apa yang pernah ia
terima pada waktu yang sama menjadi junior, pola-pola yang dipakai cenderung
dengan pola militer.
Hal inilah yang menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Pola yang
menjadi semacam suntikan yang terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar
terhindar dari pola yang berlebihan, diperlukan adanya pengawasan dari pihak
sekolah dan turunnya langsung pengajar dalam kegiatan ini. Kedisiplinan berbeda
dengan kekerasan, hal ini seharusnya menjadi tantangan setiap panitia kegiatan
dalam mengemas ide, gagasan acara pada waktu
perkenalan sekolah,
menjadi sesuatu yang inofatif, kreatif sehingga diharapkan lambat laun sikap
premanisme akibat perpeloncoan akan menjadi cara kuno dan tidak menarik lagi.
Areta dalam
Kompasiana (2012), Kamis (27/09/2012) mengatakan bahwa
Tawuran pelajar mempunyai hubungan yang erat dengan
kurikulum yang berat yang dibebankan kepada pelajar di Indonesia. Anak-anak perlu diberikan
kesempatan yang seluas-luasnya, di sekolah untuk menyalurkan ekspresi dirinya,
misalnya dengan musik, sastra, theater, mengikuti olimpiade science
dan matematika, berkebun, olahraga, fotografi, kegiatan amal, dan seterusnya.
Di sekolah, anak jangan hanya dipaksa mengejar nilai yang bagus namun
mengabaikan nilai-nilai humanisnya sebagai manusia dan mahluk sosial.
Kecerdasan emosi (EQ) harus sudah mulai diperhitungkan sebagai nilai-nilai yang
tidak boleh dianggap sepele oleh kaum pendidik terutama dalam kurikulum
sekolah.
Jadi, dapat disimpulkan yang pertama bahwa seharusnya pada masa
orientasi siswa, sekolah dan komponennya berpengauh terhadap minat belajar
siswa. Pada saat inilah, senior memberikan motivasi-motivasi tentang pendidikan
yang dapat menimbulkan minat belajar. Apabila hal ini disalahgunakan, maka
akibatnya akan fatal karena pemahaman-pemahaman yang didapat tidak sesuai
dengan tujuan awal orientasi siswa, yakni membangkitkan minat belajar untuk
menghasilkan generasi yang unggul. Kedua adalah kurikulum sekolah yang tidak
memberatkan juga berpengaruh terhadap minat siswa untuk belajar. Apabila
sekolah dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur bakat dan minat siswa,
maka ia tidak akan perlu mencari pelampiasan seperti halnya tawuran pelajar. Hubungan
antara tawuran pelajar dengan minat belajar sangatlah erat dan dekat, karena
jika sekolah memfasilitasi hal positif untuk siswa,maka tawuran pelajar dapat
ditekan bahkan dihindari.
2.3 Cara
Meningkatkan Minat Belajar Siswa
Minat belajar siswa sangat berkaitan
dengan pendidikan karena dengan minat belajar yang tinggi seorang siswa dapat
meningkatkan pendidikannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Syah
(2010: 10) “pendidikan berasal dari kata ‘didik’, lalu kata ini mendapat
awalan ke sehingga menjadi ‘mendidik’, artinya memelihara dan memberi latihan”. Dalam memelihara dan
memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya pengertian pendidikan ialah proses
pengubaahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut pengertian definisi diatas, dapat disimpulkan
bahwa seorang pelajar yang terlibat tawuran dia membutuhkan suatu pendidikan
untuk mengubah sikap dan tata lakunya dan hal ini berkaitan dengan minat
belajarnya yang kurang sehingga mengakibatkan ia terjerumus dalam tawuran
pelajar. Pelajar yang terlibat tawuran tergolong anak yang memiliki
kebutuhan khusus karena kelebihan energi. Namun, kelebihan itu tidak
tersalurkan sehingga perlu diberikan perhatian tambahan. Anak-anak yang
terlibat tawuran ini tergolong anak berkebutuhan khusus dalam arti mereka
memiliki kelebihan energi ini harus dipisahkan perlakuannya dengan menyalurkan
energi mereka ke hal-hal yang lebih positif. Misalnya, mereka diikutkan dalam
perlobaan karate, balap mobil, tekwondo atau olah raga yang menggunakan fisik.
Jadi, pada dasarnya, mereka
kelebihan energi sehingga melampiaskan agar tersalurkan tetapi dengan cara yang
salah. Mereka kelebihan minat terhadap hal-hal seperti ektrakurikuler tetapi
kurang minat dalam hal akademik. Untuk meningkatkan minat mereka dalam hal
akademik agar terjadi keseimbangan antara ekstrakulikuler dan akademik, dapat
dilakukan banyak cara karena proses belajar akan berjalan dengan lancar apabila ada minat. Oleh karena
itu, guru harus mampu membangkitkan minat siswa dalam menerima pelajaran.
Menurut Malyno (2012),
ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak
didik yaitu:
o
Membandingkan adanya suatu kebutuhan diri anak didik, sehingga dia rela
belajar tanpa paksaan.
o
Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman
yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.
o
Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar
yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.
o
Menggunakan berbagai macam bentuk dan mengajar dalam konteks perbedaan
individual anak didik
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Banyak sekali faktor-faktor
yang mempengaruhi seorang pelajar melakukan tawuran, baik faktor dari diri
sendiri, faktor lingkungan sekitar, serta faktor sekolah. Semua faktor itu
dapat mempengaruhi minat belajar siswa.
3.1.2 Seharusnya pada masa orientasi siswa, sekolah dan komponennya berpengauh terhadap minat
belajar siswa bukan sebagai ajang senior memperkenalkan balas dendam dari apa
yang pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi junior . Kedua adalah
kurikulum sekolah yang tidak memberatkan juga berpengaruh terhadap minat siswa
untuk belajar.
3.1.3 Banyak sekali hal-hal yang dapat
membangkitkan minat siswa untuk belajar, mulai dari membangkitkan minat anak didik hingga hal-hal yang dapat dilakukan
pengajar untuk meningkatkan minat belajar siswa
3.2
Saran
Tawuran pelajar merupakan
salah satu potret yang ikut meramaikain wajah pendidikan pendidikan di
Indonesia. Banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan. Beberapa saran yang
mungkin dapat diperhatikan adalah
3.2.1
Bagi pelajar
o
Memperdalam ilmu agama
agar hidup menjadi lebih tentram dan hati menjadi lapang
o Para
pelajar wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan
selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
3.2.2 Bagi sekolah
o Peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih
prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter.
Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan
penurunan drastis pada perilaku negatif siswa, seperti prilaku kekerasan, yang
dapat menghambat keberhasilan akademik.
o
Menggunakan momen masa
orientasi siswa untuk memotivasi siswa, bukan sebagai ajang balas dendam senior
o
Melakukan komunikasi
dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
o
Tindakan kekerasan pasti akan
menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku
tindak kekerasan.
3.2.3 Bagi
guru
o
Selain menggunakan
beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswa juga
memberikan arti pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan
untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
o
Selain itu, perlu
mengajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk
pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan
masyarakat.
o Guru tidak hanya harus mampu memahami perkembangan
otak dan cara belajar siswa, melainkan juga harus ahli menganalisis, meneliti
bagaimana pengaruh pelajaran yang diajarkannya terhadap kehidupan sehari-hari
3.2.4
Bagi orang tua
o
Orang tua harus
bersimpati dan berpikiran terbuka dalam hal sosialisasi anak. Anak perlu merasa
bahwa mereka dapat menceritakan dan mengungkapkan rahasia serta kegagalan dan
kesuksesan kepada orang tua
o Lebih mengarahkan pergaulan anak ke hal yang positif
Lebih memotivasi anak dalam belajar sehingga
dapat menaikkan minat belajarnya.
apiiiikk.........
BalasHapus